Integrasi Papua Ke Dalam Republik Indonesia

integrasi rakyat dan wilayah Papua ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia atau NKRI pada tanggal 1 mei 1963 menjadi salah satu peristiwa bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia.

peristiwa yang terjadi berkat upaya diplomasi dipadukan dengan aksi militer terbatas ini berhasil merebut Papua dari kekuasaan Belanda tanpa Jalan perang. 

sejarah integrasi rakyat dan wilayah Papua ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI tidak bisa dipisahkan dari dinamika politik nasional mau pun internasional yang terjadi sepanjang dekade 1950 an hingga akhir 1960 an.
proses panjang untuk merebut Irian Barat dari kekuasaan Belanda pada saat itu dilakukan pemerintah Republik Indonesia dengan mengerahkan segenap potensi negara yang ada terutama kemampuan para pejabat pemerintah dalam berdiplomasi dipadukan dengan pengerahan kekuatan militer Indonesia Salah satu peristiwa penting yang mendasari proses integrasi wilayah Papua Barat ke dalam wilayah NKRI, adalah Konferensi Meja Bundar atau KMB yang digelar di Den Haag Belanda pada tanggal 23 aguatus hingga 2 november 1949.

selain menetapkan soal penyerahan kedaulatan dari pemerintah kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat atau Ris, KMB juga mengatur soal penyerahan irian Barat Dalam butir ke-6 pasal 2 perjanjian KMB 1949 dinyatakan bahwa kedudukan Irian Barat akan dirundingkan antara Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia Serikat setahun setelah perundingan.

pada bulan Maret 1950 tindak lanjut perundingan terkait status wilayah Irian Barat yang dilaksanakan di Jakarta gagal membuahkan kesepakatan terkait status Irian Barat untuk melanjutkan perundingan ini pada bulan Desember di tahun yang sama, pemerintah kerajaan Belanda dan Indonesia menyelenggarakan konferensi khusus di denhag Belanda namun lagi-lagi dalam pertemuan ini Baik Indonesia maupun Belanda tidak mendapatkan suatu titik temu kesepakatan.

menyikapi deadlock nya perundingan terkait status Papua Barat sejak akhir tahun 1950 an Presiden Soekarno aktif mengkampanyekan perebutan wilayah ini dari Belanda untuk membalas keengganan pemerintah Belanda menyerahkan Papua Barat Pada Indonesia dan memutus ketergantungan ekonomi Indonesia pada bangsa Belanda.pada tahun 1958 pemerintahan republik Indonesia merilis kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda.

saat perundingan demi perundingan berakhir buntu, Belanda semakin memantapkan status quo mereka di Papua dan mempersiapkan pembentukan
Papua atau Irian sebagai sebuah negara
pada tanggal satu Desember 1961 atas
inisiasi Belanda kemerdekaan negara Papua dideklarasikan di hollandia atau Jayapura oleh komite nasional Papua atau knp dengan nama negara West Papua atau Papua Barat.
 
pemerintahan Republik Indonesia yang pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berada dalam kontrol Presiden Soekarno bereaksi keras terhadap pendirian negara Papua Barat pada tanggal 19 Des 1961 dalam sebuah rapat umum di alun-alun kota Yogyakarta,  Presiden Soekarno Mencetuskan tri Komando rakyat atau Trikora untuk merebut Irian Barat Adapun isi Trikora yang diserukan Bung Karno adalah

satu
gagalkan pendirian negara boneka Papua

dua
Kibarkan bendera sang saka merah putih di Papua

Tiga
Siapkan diri untuk mobilisasi umum untuk
merebut Irian Barat
 
tak lama setelah Mencetuskan Trikora pada tanggal dua Januari 1962 Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala dan menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima tugas kesatuan ini adalah untuk merencanakan mempersiapkan dan menggelar operasi militer untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia dengan memanfaatkan konstelasi politik internasional yang kala itu diliputi perang dingin pemerintahan Presiden Soekarno, mendapatkan bantuan pembelian peralatan tempur dan persenjataan model dari pemerintahan Uni Soviet dengan dukungan persenjataan dan peralatan tempur mutakhir yang dibeli lewat skema pinjaman lunak ini kekuatan militer Indonesia saat itu menjadi yang terkuat di Asia Tenggara.

salah satu kekuatan tempur dalam aksi
Trikora adalah kapal penjelajah KRI Irian 201 yang dilengkapi berbagai fasilitas tempur seperti rudal torpedo hingga bom jarak jauh ini didapatkan Indonesia dari
Rusia pada tanggal 5 Oktober 1961.

kala itu untuk mendukung aksi Trikora TNI
Angkatan Laut memiliki 12 kapal fregat
12 kapal selam 22 kapal cepat bertorpedo
dan berpeluru kendali serta empat kapal penyapu ranjau meski tidak pecah perang aksi Trikora sempat menjadi ajang terciptanya serangan-serangan militer
terbatas oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI terhadap kekuatan militer Belanda di Irian Barat pada sepanjang akhir tahun 1961.

beberapa insiden pertempuran seperti ditembak dan ditenggelamkannya KRI macan tutul oleh kapal patroli Belanda di laut Aru Maluku memang terjadi namun insiden yang menewaskan Komodor Yos Sudarso ini tidak berkembang menjadi pertempuran yang lebih besar.

aksi infiltrasi dan serangan-serangan terbatas yang dilancarkan Tentara Indonesia terhadap kesatuan militer Belanda di Papua ikut memperkuat posisi tawar Indonesia dalam penyelesaian masalah Papua lewat jalur diplomasi saat itu Amerika Serikat yang kuawatir dengan kekuatan militer dan kedekatan Indonesia dengan Uni Soviet akhirnya membujuk Indonesia agar menyelesaikan konflik Papua di meja perundingan dan atas inisiasi Amerika Serikat pula pada 15 Agustus 1962 Indonesia dan Belanda bersedia bertemu di New York dan memulai proses perundingan saat itu diplomat Amerika Elsword bunker bertindak sebagai penengah.

atas tekanan Amerika Serikat Belanda akhirnya menyerahkan Papua atau Irian Barat kepada Indonesia dengan menandatangani perjanjian New York
berdasarkan pasal 14 perjanjian ini Belanda akan menyerahkan kekuasaan pemerintahan atas Papua melalui perantara perserikatan bangsa-bangsa atau PBB kepada Indonesia di dalam perjanjian New York juga disepakati rencana digelarnya pemungutan suara pilihan bebas atau free choise bagi rakyat Papua pada tahun 1969 beberapa bulan setelah penandatanganan perjanjian New York tepat pada tanggal 1.mei 1963 otoritas eksekutif sementara PBB atau utea resmi menyerahkan wilayah Papua atau Irian Barat yang sebelumnya dikuasai Belanda kepada pemerintah Indonesia di hari yang sama bendera merah putih dikibarkan di bumi Cenderawasih ini.


sementara itu selama menunggu pelaksanaan pemungutan pilihan bebas bagi rakyat Papua berbagai perkembangan politik terjadi pada tahun 1964 misalnya Sejumlah warga asli Papua yang pernah mengenyam pendidikan Belanda menuntut agar Papua tidak hanya bebas dari Belanda tetapi juga di Indonesia

pasca terjadi peristiwa Gerakan 30 September G30S 1965 kondisi politik Indonesia mengalami masa turbulensi yang berujung pada tumbangnya pemerintahan Presiden Soekarno dan kemudian digantikan pemerintahan orde baru yang dipimpin pejabat Presiden Soeharto pada tahun 1967 tak lama setelah berkuasa untuk mendapatkan modal asing dari pemulihan dan pembangunan ekonomi dalam negeri pada tahun 1967 pemerintah Orde Baru menandatangani persetujuan kontrak karya eksploitasi tambang emas di Papua oleh PT Freeport sebuah perusahaan tambang Amerika Serikat sejumlah pihak menilai penandatanganan kontrak Karya PT Freeport oleh pemerintah Orde Baru ini
ikut menjadi salah satu faktor pendorong
yang kuat pemerintah Indonesia saat itu untuk memenangi suara rakyat Papua Dalam Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera yang akan digelar pada tahun 1969.

sesuai klausul perjanjian New York yang diawasi PBB berperan harus digelar pada tahun 1969 terkait situasi ini Soeharto selaku pejabat Presiden Republik Indonesia menugaskan Letjen Ali moertopo perwira intelijen kepercayaannya untuk menyelidiki dan mengetahui kesiapan serta persiapan pemerintah dan warga Papua dalam menghadapi pepera.

Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera yang digelar pada 1969 menandai sejarah baru di Papua Barat Penentuan Pendapat Rakyat ini dilakukan untuk menentukan apakah Irian Barat bersedia bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka untuk menarik hati rakyat Papua berbulan-bulan sebelum pernah penasehat pribadi Presiden Soeharto Letjen Ali moertopo melakukan berbagai pendekatan persuasif terhadap rakyat Papua.

salah satunya dengan mengirimkan sejumlah barang kebutuhan pokok dan hadiah-hadiah menarik untuk kepala-kepala suku dan masyarakat Tanah Papua Jusuf wanandi yang saat itu menjadi Asisten Ali moertopo mengungkapkan bahwa barang-barang yang dikirim ke Papua termasuk tembakau merek Fanel 22 dan bir yang memang menjadi kesukaan warga setempat sejak zaman Belanda. 


teberau yang dilaksanakan di delapan kota di Papua dari tanggal 14 Juli hingga dua
Agustus 1963 ibaratkan sebanyak 1025 yang 1025 orang ini dipilih sebagai perwujudan dari konsultasi lokal atau perwakilan dari perkiraan jumlah penduduk Papua atau Irian Barat saat itu sebanyak delapan ratus ribu jiwa pemerintah Indonesia yang kala itu bertindak sebagai pelaksana ke Praha
atas persetujuan PBB memang memilih opsi musyawarah dengan mekanisme perwakilan dan tidak mengadakan pemungutan suara satu orang satu suara sesuai klausul dalam New York agreement pasal 18b saat itu pemerintah RI beralasan masyarakat Papua atau Irian Barat belum siap melaksanakan pemungutan suara langsung dengan sistem One Man One vote. 

hasil dari Pepera yang dimulai dari Merauke dan berakhir di Jayapura menunjukkan hampir 100% perwakilan masyarakat Papua mendukung integrasi ke Indonesia dan pada november 1969 dewan musyawarah Pepera memutuskan bahwa Papua atau Irian Barat tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia sejumlah kritik terhadap pelaksanaan pepera seperti kehadiran tentara dan polisi Indonesia di sekitar tempat digelarnya pepera sejumlah laporan terjadinya tindakan intimidasi terhadap peserta program yang menolak opsi bergabung dengan Indonesia juga sempat muncul namun kritik dan laporan-laporan ini pada saat itu tidak mempengaruhi pengakuan dunia internasional terhadap hasil pepera.

Posting Komentar untuk "Integrasi Papua Ke Dalam Republik Indonesia"